7/15/2011

Berpelukan Dengan Hujan

***

Malam berwarna kelabu. Langit mulai menitikkan bulir hujan membasahi bumi. Tercium aroma air bercampur tanah liat yang menusuk indra penciuman. Beberapa orang mulai terlihat berlari-lari untuk berteduh menghindari tetesan air hujan yang semakin lama semakin bertambah. Hanya anak-anak kecil yang tampak menari-nari gembira menikmati anugrah illahi yang tak terhingga jumlahnya itu. Bermain cipratan air, saling dorong ke dalam kubangan air, tertawa lepas bersama teman-temannya. Hujan pun bertambah deras dibarengi dengan semakin kerasnya tawa anak-anak tersebut. Tawa lepas yang penuh kebahagian. Genangan air mulai memenuhi aspal jalan raya. Membuat orang-orang berjingkat-jingkat untuk menghindarinya agar alas kakinya tidak basah. Para pengendara motor pun mulai berhenti untuk berteduh. Mereka tidak berani untuk berkendara di tengah lebatnya hujan malam ini.

Langit malam sedang bersiap membersihkan bumi dengan bantuan sang hujan, diterangi oleh kilatan petir. Benakku menyapa langit malam.

Aku telah jatuh cinta kepada hujan sejak kecil. Tak pernah sekalipun terlewatkan untuk bercengkrama dengan sang hujan di dalam waktu luangku. Setiap langit berubah menjadi kelabu, diiringi dengan gelegar petir yang membahana di langit, aku pun tersentak untuk segera berlari keluar. Menyambutnya dengan rasa bahagia yang memenuhi sekujur tubuhku. Seringkali ayah memarahiku saat aku terpergok sedang menari-nari dalam hujan. “Biarkan saja dia bermain hujan, ayah. Toh ayah pun juga suka hujan-hujanan waktu kecil bukan?” Ibuku berkata disertai dengan senyumnya yang selalu meluluhkan amarah ayahku. Ibuku memang tidak pernah melarangku untuk bermain hujan, beliau selalu membelaku. Akupun kembali bercengkrama dengan hujan. Dan selama 30 tahun ke depan hingga saat inipun aku masih jatuh cinta kepada sang hujan.

Selamat malam, Cinta. Siapkah kau menemani diriku menjelajah sang bumi dalam keremangan malam ini? Sapaku kepada sang hujan.

Tetesan hujan pun mulai membasahi tubuhku. Serentak kupakai helm dan sarung tanganku, kunyalakan motorku, dan bersiap untuk menari dalam hujan dalam laju kencang motorku. Namun pada saat akan kupacu motorku, tiba-tiba petir menyambar dengan suaranya yang memekakkan telinga dan kilatnya yang menyilaukan pandanganku. Aku pun memandang angkasa. Tersenyum kepadanya.

Kita sambut pertunjukan langit dengan menerobos kegelapan bersama, Cinta. Sang petir sudah memberikan izinnya kepada kita. Marilah kita mulai perjalanan malam ini.

Dan akupun melaju dengan kencangnya di tengah dinginnya kegelapan malam. Aku merasa bebas. Lepas. Semua beban yang tergantung pada pikiranku hilang dalam sekejap, dibarengi dengan hujan yang membasahi sekujur tubuhku. Semakin deras hujan di malam itu, semakin kencang aku memacu laju motorku. Dingin yang menusuk tulang tak kurasakan. Tetesan air yang menempel pada kaca helm-ku pun tak kupedulikan. Pikiranku bermain-main dengan sang hujan, jiwaku melayang bersama tiap bulirnya yang terlihat indah dan ragaku bersama refleks berfokus pada jalan aspal yang kulewati dengan lampu high-beam yang membantu pandanganku. Kupercayakan instingku untuk menjinakkan raungan motorku. Terasa dalam aliran darahku, adrenalin yang mulai memenuhi sekujur tubuhku. Menjalar ke dalam setiap pembuluh nadiku. Saling berpacu dengan sel darah merah di tubuhku. Membuatku ingin lebih kencang dan kencang lagi, lebih kencang dari tiupan angin malam itu.

Ya. Selain sang hujan, itulah hal lain yang kusuka. Beberapa temanku bahkan menyebut diriku sebagai adrenalin-addict. Seseorang yang amat menyukai tantangan yang amat sangat berbahaya. Memacu motor sekencang-kencangnya membelah derasnya hujan di kegelapan malam. Hanya ditemani oleh sang hujan yang melingkupi seluruh pakaianku, dan dingin yang menusuk pori-pori kulitku hingga menembus ke dalam setiap tulang.

Namun aku tak ingin ceroboh. Meski aku menyukai memacu adrenalin bersama motorku di tengah derasnya hujan saat tengah malam, keselamatan selalu menjadi yang utama untuk diriku. Helm full-face, sarung tangan tebal, safety-shoes, knee-pad dan tak lupa, jaket kulit tebal dengan pelindung bahu, siku, tulang rusuk dan tulang belakang, selalu kugunakan untuk membungkus tubuhku disambung dengan celana jeans tebal. Kaca helm selalu kulapisi dengan kitt-body-car-wax agar tetesan air tidak menempel dan menghalangi pandanganku. Ban motor kugunakan medium-soft-super-slick-rain-type baik di depan maupun di belakang untuk membalut kedua velg-racing-aerospoke-type telapak lebar dan kugunakan nitrogen untuk mengisi ban motorku. Triple-disc-brake-brembo-type selalu kuperiksa secara berkala setiap 3 bulan. Lampu hallogen kugunakan untuk menerangi pandangan jalan di depan mataku. Knalpot konic-racing-free-flow kugunakan untuk suara menambah raungan mesin motorku yang memecah kebisuan malam. Segala macam pernik Safety-gear telah kugunakan untuk melindungi diriku dari hantaman keras aspal jalanan apabila suatu waktu aku jatuh terpeleset.

Safety is my concern. Itu adalah moto yang selalu kugunakan setelah beberapa cedera dan kecelakaan yang menimpa diriku sebelumnya. Berbagai macam cedera telah kurasakan. Segala macam patah tulang telah kualami. Mulai dari patah pergelangan tangan, patah siku dan lengan, bahu lepas dari engselnya, tempurung lutut yang menganga, tulang jari telapak kaki yang hancur berantakan. Belasan jahitan juga telah tertata rapi di sekujur tubuhku. Mulai dari cedera ringan hingga gegar otak karena helm yang kugunakan terbelah menjadi beberapa bagian menghantam kerasnya aspal, bahkan hingga diriku mengalami koma selama kurang lebih beberapa bulan dan membuatku merasa berada di suatu negeri antah-berantah -pun telah kualami. Mungkin karena pada saat itu aku masih muda. Terlalu muda untuk memikirkan keselamatan diriku. Namun sekarang hal itu selalu menjadi perhatian utamaku. Segala jenis cedera yang telah kualami tidak membuatku jera sekalipun untuk kembali memacu laju motorku sekencang-kencangnya dan menari-nari bersama sang hujan.

Adalah hal yang kusukai memacu motorku di tengah derasnya hujan. Jalanan malam terasa lengang karena pengendara lainnya meminggirkan kendaraannya. Hanya aku dan sang hujan yang menembus kegelapan malam. Tidak semua orang berani memacu motornya di tengah derasnya hujan. Aku salah satunya yang teramat senang melakukan hal tersebut. Karena jalanan malam yang lengang-lah aku menyukainya. Di saat siang hari jalan raya ibukota selalu dipadati dengan kendaraan. Segala macam kendaraan memenuhi ibukota. Mulai dari motor, mobil, bis bahkan hingga truk berbagai macam ukuran. Namun saat malam hari ditemani hujan yang membasahi bumi, jalanan hanya milikku dan laju motorku. Tak ada kendaraan lain yang melaju disini.

Aku merasa bebas. Jiwaku terpisahkan dari raganya. Meninggalkannya di atas deru raungan motorku. Mempercayakan refleks dan instingku untuk membawa ragaku, sementara jiwaku melayang. Terbang di langit. Hanya kegelapan di sekitarku, ditemani awan kelabu yang menguasai langit. Dibarengi dengan sambaran petir bersama kilatnya yang membahana di angkasa. Tak tampak satu makhluk malam pun yang berkeliaran. Semuanya telah lelap di kelamnya malam. Membungkus dirinya masing-masing dari dingin yang menembus kulit. Diselimuti oleh kehangatan yang dikasihinya. Namun tidak dengan diriku. Hingga sang hujan berhenti menitikkan bulir terakhirnya, aku akan selalu bercanda-tawa dan menari-nari bersamanya.

Bagiku hujan adalah anugrah. Salah satu anugrah illahi yang takkan habis hingga akhir waktu. Yang tanpa kehadiran dan keberadaan sang hujan, bumi ini akan terasa tandus dan mengering. Tak satu makhluk hidup pun dapat hidup tanpa ribuan tetesan air yang membasuh bumi ini. Tak terkecuali hewan serta tumbuhan, dan yang terutama adalah manusia, membutuhkan air semasa hidupnya untuk segala macam kebutuhannya. Meski dapat juga menimbulkan berbagai macam bencana. Namun aku selalu bahagia apabila hujan turun membasahi bumi. Akan kunikmati setiap rintiknya hingga tetes terakhir yang jatuh menyentuh bumi. Dan hingga tiap bulirnya meresap lesap ke dalam tanah.

Aku seperti kembali ke masa kecilku. Menari-nari dalam derasnya hujan. Sesekali petir menyapa mengagetkan diriku dengan sambaran kilatnya yang menyilaukan. Hanya membuat diriku semakin tersenyum. Tertawa lepas di bawah guyuran hujan. Bermain dalam kubangan air coklat yang bercampur tanah. Berlari-larian tak menentu. Sesekali membasuh mata yang kemasukan air. Menyapu rambut ke belakang untuk membersihkan tanah yang menyangkut di sela rambut. Momen yang membuat jiwa dan ragaku bebas berpelukan dengan sang hujan. Tak ada yang menghalangiku untuk melakukannya. Hanya aku bermain bersama alam.

Hidup ini hanya sekali dan aku ingin melakukan hal yang aku sukai. Lagi dan lagi. Hingga akhir hidupku akan kulakukan terus menerus. Tak ada yang dapat menahanku untuk tidak melakukannya. Menikmati salah satu anugrah illahi. Hingga nafas dan refleks terakhir di atas laju kencang motorku, menembus derasnya hujan di tengah dinginnya kegelapan malam di muka bumi ini. Hingga jiwaku meninggalkan raganya di alam ini. Yang selalu menemaniku bermain sejak kecil.

***